Selasa, 05 Maret 2019

PENGINDERAAN JAUH DAN APLIKASINYA DI WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN


Nama              : Marisa Gracia Bakara
Npm                : 17025010068
Kelas              : Agroteknologi C
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur

PENGINDERAAN JAUH DAN APLIKASINYA  DI WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN



Pendahuluan

Wilayah pesisir serta lautan merupakan wilayah atau daerah yang memiliki potensi terbesar terhadap pemberian sumberdaya alam bagi Indonesia serta dapat dimanfaatkan untuk pembangunan Indonesia. Sumberdaya alam diwilayah pesisir dan laut secara garis besar terdiri dari tiga kelompok, terdiri dari tiga kelompok, yaitu :
1.    Sumber daya yang dapat pulih (Renewable resources) yang meliputi hutan bakau, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, sumberdaya perikanan laut dan bahan bahan bioaktif.
2.    Sumberdaya tidak dapat pulih (Nonrenewable resources) yang meliputi minyak bumi dan gas alam serta seluruh mineral dan geologi.
3.    Jasa-jasa lingkungan, yang meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan untuk tempat rekreasi serta pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi (seperti: Ocean Thermal Energy Conversion, energi dari gelombang laut dan energi pasang surut), sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis lainnya.
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar serta bermacam-macam atau beragam. Berikut contoh beberapa sumberdaya yaitu sumerdaya perikanan tangkap dan perikanan budidaya, hutan bakau yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai, terumbu karang yang khas yang banyak dimiliki oleh negara Indonesia yaitu terdapat didaerah tropis, dan sumberdaya lainnya.

Walaupun demikian, dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan masih menghadapi masalah-masalah yang tidak mudah bahkan sangat sulit dan kompleks. Berikut ini terdapat masalah – masalah mendasar yang masih sulit untuk diatasi, yaitu sebagai berikut :
1.    Pemanfaatan wilayah pesisir yang tidak seimbang. Contohnya banyak pemanfaatan wilayah pesisir yang lebih dari kapasitas dukung berkelanjutan yaitu potensi lestari, tetapi terdapat pula wilayah pesisir yang belum sama sekali dimanfaatkan.
2.    Terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan sumberdaya pesisir dan lautan karena pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan dan tata ruangnya.
3.    Banyak Sumber daya manusia di wilayah pesisir yang belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengelolah dan mengembangkan serta memanfaatkan sumberdaya pesisir dan lautan dengan baik.
4.    Banyak masyarakat dipesisir yang masih dalam keadaan ekonomi yang kurang sehingga memaksa mereka untuk menggunakan sumberdayapesisir dan lautan yang berlebihan tanpa ada penanggulangan atau pemulihan kembali.
5.    Sarana dan prasarana di wilayah pesisir yang kurang memadai sehingga sangat membatasi pengembangan sumberdaya pesisir dan laut di wilayah tersebut.
6.    Masih kurangnya investasi dari sektor kelautan, serta setumpuk masalah lainnya.


Definisi Penginderaan Jauh

Terdapat berbagai macam definisi penginderan jauh. Berikut ini beberapa definisi menurut beberapa orang ahli dalam bidang penginderaan jarak jauh :
1.    Menurut Liliesand dan Kiefer (1979)  Penginderaan Jauh adalah ilmu serta seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, dan gejala yang teliti atau dikaji.
2.  Menurut Colwell (1984) Penginderaaan Jauh adalah suatu pengukuran atau perolehan data pada objek di permukaan bumi dari satelit atau instrumen lain di atas atau jauh dari objek yang diindera.
3.    Curran (1985) berpendapat bahwa Penginderaan Jauh yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga dapat menghasilkan informasi yang berguna dan bermanfaat.
4.   Lindgren (1985) berpendapat bahwa Penginderaan Jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi.
5.    Sabins (1996) dalam Kerle et al. (2004) berpendapat bahwa penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan sutau objek.



Peran Penginderaan Jauh dan SIG

Salah satu upaya untuk memperoleh informasi tentang potensi sumberdaya wilayah pesisir dan lautan untuk mengoptimalkan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah penggunaan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG). Informasi tentang obyek yang terdapat pada suatu lokasi di permukaan bumi diambil dengan menggunakan sensor satelit, kemudian sesuai dengan tujuan kegiatan yang akan dilakukan, informasi mengenai objek tersebut terlebih dahulu diolah, kemudian dianalisa, di interpretasikan serta disajikan dalam bentuk informasi spasial dan peta tematik tata ruang dengan menggunakan SIG.
Memanfaatkan data penginderaan jauh dan SIG sangat banyak dilakukan yang berkaitan dengan wilayah pesisir dan lautan khususnya sektor perikanan dan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, seperti : aplikasi penginderaan jauh untuk memberikan informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), kesesuaian lahan perairan untuk usaha budidaya laut dan pariwisata bahari, identifikasi potensi wilayah pesisir (seperti hutan bakau, terumbu karang, padang lamun dan pasir), zona kawasan konservasi laut, analisa potensi ekonomi wilayah pesisir pada pulau-pulau kecil, pengamatan perubahan garis pantai, analisa pencemaran lingkungan perairan dan sebagainya.

Kelebihan dan Kelemahan Penginderaan Jauh
Setiap metode atau teknologi selalu mempunyai kelebihan dan kekurangan. Demikian pula dengan teknologi penginderaan jauh. Oleh karena itu maka penggunaan teknologi ini harus disesuaikan dengan tujuan.
Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu metode yang sangat menguntungkan jikalau dimanfaatkan pada suatu negara dengan wilayah yang sangat luas seperti Indonesia. Berikut terdapat beberapa keuntungan penggunaan teknologi penginderaan jauh, antara lain adalah:
1.    Menggambarkan obyek, daerah dan gejala permukaan bumi dengan wujud dan letak objek yang mirip dengan wujud dan letaknya di permukaan bumi, relatif lengkap, permanen dan meliputi daerah yang sangat luas.
2.    Karakteristik obyek yang tidak tampak dapat diwujudkan dalam bentuk citra, sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya.
3.    Jumah data yang dapat diambil dalam waktu sekali pengambilan data sangat banyak yang tidak akan disaingi oleh metode lain.
4.   Cara mengambil data dari wilayah yang sama dapat dilakukan berulang-ulang sehingga analisis data dapat dilakukan atau digunakan tidak hanya berdasarkan variasi spasial tetapi juga berdasarkan variasi temporal.
5.    Citra dapat dibuat secara tepat, meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi secara teresterial.
6.    Merupakan satu-satunya cara untuk memetakan daerah bencana.
7.    Periode pembuatan citra relatif pendek.

Berikut kelemahan Teknologi penginderaan jauh :
1.    Tidak semuanya  parameter kelautan dan wilayah pesisir dapat terdeteksi dengan teknologi penginderaan jauh. Hal ini disebabkan karena gelombang elektromagnetik memiliki keterbatasan dalam membedakan benda yang satu dengan benda yang lain, tidak dapat menembus benda padat yang tidak transparan, daya tembus terhadap air yang juga terbatas.
2.    Ketepatan atau akuratnya data lebih rendah dibandingkan dengan metode pendataan lapangan (survey in situ) yang disebabkan karena keterbatasan sifat gelombang elektromagnetik dan jarak yang jauh antara sensor dengan benda yang diamati.

Pengindraan Jauh dan SIG untuk Pembangunan Sektor Kelautan

Optimalisasi pembangunan sektor kelautan di Indonesia masih belum termaksimalkan dengan baik, dari pemanfaatan hasil perikanan yang belum tergali dengan baik, pemanfaatan aktifitas laut dan perairan untuk tenaga pembangkit listrik yang aman, optimalisasi kandungan mineral dan minyak bumi yang menyebar diberbagai lokasi perairan, transpurtasi laut yang cepat dan aman, hingga pemanfaatan potensi bahari lainnya yang tersebar di pesisir, kepulauan dan pulau-pulau kecil dengan membawa ciri khas yang berbeda - beda. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan kelautan tersebut belum optimal dikarenakan ketidaktauan akan potensi dari masing-masing pulau yang dimiliki Negara Indonesia, dengan hadirnya Penginderaan Jauh dan SIG diharapkan mampu membantu mengenali potensi yang ada. Berikut ini diulas lagi beberapa hasil penemuan dari pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh dan SIG untuk mendukung pembangunan sektor kelautan yang telah dikaji dan dianalisis oleh pakarnya.
1.    Pemetaan, Identifikasi dan inventarisasi Sumberdaya Pesisir dan Laut
Langkah untuk mengoptimalkan pengembangan atau eksploitasi sumberdaya pesisir dan kelautan yaitu dengan melakukan kegiatan inventarisasi, yang berguna untuk mengetahui jenis, letak dan nilai ekonomis sumberdayanya.
Pendataan sumberdaya pesisir dan kelautan sangat diperlukan mengingat karakteristik dan detail ekosistem yang ada dimasing-masing pulau berbeda, misal ekosistem terumbu karang, padang lamun, pantai, teluk, selat, muara, delta, mangrove, daerah pasang surut dan samudera. Pendataan dilakukan dengan cara pemetaan pulau dan identifikasi sumberdaya yang ada dengan teknologi penginderaan jauh dan atau survey lapangan.
Ekosistem tersebut merupakan sumberdaya yang potensial untuk perikanan, pertambangan, pertanian, kehutanan, perhubungan, dan pariwisata. Untuk itu hal pertama yang perlu dilakukan adalah pendataan pulau secara spasial beserta diskripsi potensi pulau tersebut, dan tentunya pendataan yang dilakukan sejumlah pulau yang dimiliki negara Indonesia. Contoh penelitian mengenai pendataan pulau terluar telah dilakukan oleh Sarno (2013) khususnya pendataan pulau-pulau terluar dengan judul Model Diseminasi Informasi Geospasial Pulau-Pulau Kecil Terluar Berbasis Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan google mapping system. Penelitian tersebut memberikan wawasan tentang pemanfaatan penginderaan jauh dan google mapping system untuk penyajian informasi geospasial pulau-pulau terluar yang dapat ditampilkan secara visualisasi dan disebar luaskan dengan jaringan elektronik.
Informasi geospasial yang ditampilkan tentunya tidak hanya sekedar informasi letak dan koordinat namun disertakan pula informasi penggunaan lahan, kondisi pasang surut, potensi perikanan, potensi tambang, potensi penduduk, kebudayaan dan informasi lainnya.
Penelitian yang dilakukan Sarno (2013) tersebut dapat dikembangkan untuk pulau-pulau lainnya di seluruh wilayah perairan Indonesia, sehingga pemetaan pulau, identifikasi potensi sumberdaya pulau akan lebih mudah diinventarisasikan atau didatakan  dan mudah dalam perencanaan dan pengembangannya.


Selain pemanfaatan penginderaan jauh dan SIG untuk desiminasi informasi geospasial pulau dapat pula data satelit penginderaan jauh untuk inventarisasi sumberdaya kelautan adalah pengukuran suhu permukaan laut atau yang sering disebut SPL. SPL merupakan salah satu parameter geofisika yang diperlukan untuk berbagai aplikasi seperti untuk klimatologi, perubahan suhu permukaan laut global, respon atmosfer terhadap anomali suhu permukaan laut, prediksi cuaca, pertukaran gas-gas antara udara dengan permukaan air laut, pergerakan massa air, studi polusi, perikanan, dan dinamika oseanografi. Suhu permukaan laut dapat diperoleh dari pengukuran langsung atau dari data satelit penginderaan jauh.



Dengan adanya data SPL memungkinkan prediksi pergerakan ikan dan kondisi aman saat penangkapan ikan, informasi yang demikian sangat diperlukan bagi nelayan agar dapat memperoleh hasil penangkapan ikan yang maksimal saat kondisi cuaca laut yang aman untuk berlayar. Dapat pula digunakan bagi armada kapal laut yang membawa penumpang untuk melakukan perjalanan sehingga lebih aman dan mengurangi terjadinya kecelakaan transportasi laut.

2.    Kesesuaian Pemanfaatan Pesisir dan Pengembangan Budidaya Laut
Dengan memiliki lautan yang luas dan pulau-pulau yang memilki karakter tersendiri, mengandung potensi perikanan dan potensi hasil laut lainnya yang melimpah, dan untuk menjaga keberlanjutannya diperlukan pembudidayaan yang tepat. Terdapat bebrapa Informasi berkaitan dengan pengembangan budidaya laut adalah informasi lokasi ideal bagi pengembangan budidaya laut. Berikut ini beberapa contoh peran penginderaan jauh dan SIG dalam penentuan kesesuaian kawasan dan pengembangan budidaya laut:
a.    Keramba jaring tangkap dan Rumput Laut
         Keramba jaring tangkap adalah salah satu cara budidaya ikan di laut dan budidaya rumput laut yang sangat banyak digemari oleh masyarakat pesisir karena jika dikembangkan dengan optimal dapat menghasilkan pendapatan yang tinggi. Kedua budidaya tersebut memerlukan lokasi yang strategis, dengan persyaratan yang sama menurut penelitian yang dilakukan Syofyan, dkk (2010) yaitu klorofil, BOD, DO, kecerahan dan kedalaman.
        Penelitian yang dilakukan Syofyan, dkk (2010) menunjukkan pemanfaatan data penginderaan jauh dan SIG dalam penentuan lokasi untuk kesesuaian budidaya keramba jaring tangkap dan rumput laut di Pulau Bunguran, Kabupaten Natuna, dengan perolehan dominansi kesesuaian kawasan untuk kegiatan keramba jaring tangkap dan rumput laut berada pada kelas sesuai sebesar 49,4%, kemudian kelas sangat sesuai sebesar 31,1% dan tidak sesuai sebesar 19,5%. Dengan gambar spasialnya sebagai berikut:


Gambar 3. Kelas Kesesuaian Kawasan Keramba Jaring Tancap dan Rumput Laut di Pulau Bunguran Kabupaten Natuna (Syofyan, dkk, 2010)

b.    Budidaya Kerang Mutiara
        Mutiara merupakan salah satu komoditas ekspor penting bagi Indonesia. Namun hingga saat ini budidaya kerang mutiara masih terbatas di Indonesia bagian timur, terutama Nusa Tenggara dan Maluku. Sehingga  diperlukan analisis lokasi kesesuaian budidaya kerang mutiara untuk indonesia bagian barat dan tengah, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayah (2012) mengenai pendugaan kesesuaian lokasi pengembangan budidaya kerang mutiara pada Kepulauan Kangean Madura, yang menggunakan kombinasi antara citra satelit Landsat ETM / 7 dan survey lapang yang kemudian diolah dengan menggunakan SIG. Hasil analisa kesesuaian untuk budidaya kerang mutiara perairan Kepulauan Kangean Madura menunjukkan bahwa sekitar 27,89% dari luas wilayah perairan memiliki tingkat kesesuaian yang sedang hingga baik.


Gambar 4. Hasil dari Analisa Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Kerang Mutiara di Kepulauan Kangean Madura (Hidayah, 2012)

c.    Tambak
            Tambah merupakan aktivitas budidaya laut yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat pesisir, namun saat ini banyak didapati kemunduran lingkungan akibat perencanaan lokasi dan pengelolaan tambak yang tidak sesuai dengan peruntukan seharusnya. Penelitian mengenai kesesuaian pesisir untuk budidaya tambak telah dilakukan oleh Najmudin (2003) di Pesisir Kabupaten Ciamis. Penggunaan  SIG dari Citra Landsat-TM dan biofisik kimia lahan, didapatkan hasil analisis bahwa pesisir Kabupaten Ciamis memiliki lahan yang berpotensi untuk budidaya tambak khususnya udang, yaitu seluas 107, 1 Km2 atau sekitar 22,25%.

Gambar 5. Peta Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tambak (Najmudin, 2003)

d.    Wisata Bahari
             Lautan lainnya adalah pemanfaatan dalam bidang wisata, pemanfaatan ini agaknya mulai banyak disadari oleh masyarakat Indonesia, yang mulai berlomba-lomba dalam melakukan marketing wisata bagi wilayah pesisirnya, namun perlu dicermati kesesuaiannya agar terjadi keberlanjutan bagi pengembangan wisata nantinya, Pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh dan SIG untuk penentuan lokasi pariwisata bahari telah dilakukan Winarso, dkk (2014) dengan parameter lingkungan yang dideteksi dari penginderaan jauh antara lain kecerahan, terumbu karang, dan kedalaman. Kemudian dengan SIG ditentukan lokasi yang sesuai untuk wisata bahari seperti diving dan snorkeling.


Gambar 6. Lokasi rekomendasi untuk pariwisata bahari di NTB berdasarkan data penginderaan jauh (Winarso, dkk, 2014)

e.    Zona Jalur Penangkapan Ikan
       Sedangkan pemanfaatan penginderaan jauh dan SIG untuk pemanfaatan potensi kelautan adalah penentuan zonasi jalur penangkapan ikan. Jalur-jalur penangkapan ikan telah diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 392 Tahun 1999. Jalur penangkapan ikan dapat dimanfaatkan bagi nelayannelayan yang masih menggunakan kapal kecil, maupun nelayah yang telah menggunakan kapal dilengkapi teknologi, kegunaan jalur-jalur ini juga dapat dimanfaatkan dalam pembagian zona tangkap.
 Penelitian mengenai pembagian zona jalur penangkapan ikan berdasarkan Keputusan Mentri Pertanian No. 392 Tahun 1999 telah dilakukan Harahap dan Yanuarsyah (2012) di wilayah perairan Kalimantan Barat, dengan mempertimbangkan pula parameter jarak dan kedalaman, beserta beberapa asumsi dan pembatasan kondisi lokal seperti perairan rawan konflik, daerah ekosisten terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 20 meter.


Gambar 7. Peta Alternatif Jalur Penangkapan Ikann bertempat di Kalimantan Barat (Harahap dan Yanuarsyah, 2012)

3.    Monitoring Ekosistem Pesisir dan Laut
Pembangunan pada beberapa sektor kelautan baik di pesisir maupun di lautan itu sendiri, tentunya memberikan efek yang nyata terhadap lingkungan, dalam bentuk kerusakan, ataupun hilangnya ekosistem tertentu. Penurunan kualitas lingkungan ini pada dasarnya akan berdampak pula pada kondisi ekonomi, sosial dan budaya setempat baik secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan-perubahan yang terjadi perlu dilakukan pengamatan sejauh mana terjadinya perubahan sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat, salah satu langkah monitoring yang efisien, hemat dan cepat adalah penggunaan teknologi penginderaan jauh dan SIG. Sebagai contoh penggunaan penginderaan jauh dan SIG dalam memonitoring perubahan ekosistem-ekosistem pesisir dan laut yaitu sebagai berikut:
a.    Monitoring Hutan Mangrove
      Hutan Mangrove adalah salah satu ekosistem pesisir yang sangat banyak memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial dan budaya maupun lingkungan pada masyarakat setempat, contohnya hutan mangrove digunakan sebagai pelindung daratan dari kuatnya gelombang laut yang dapat mengakibatkan abrasi, mengurangi kerusakan akibat gelombang tsunami, dapat pula dimanfaatkan untuk pembuatan sirup ataupun keripik yang tentunya dieksploitasi secara berkelanjutan. Namun keberadaan hutan mangrove sendiri mulai tersisihkan dengan keinginan masyarakat untuk mengubahnya menjadi lahan tambak yang dianggap memberikan kemakmuran yang lebih tinggi. Penelitian mengenai monitoring hutan mangrove, salah satunya telah dilakukan Fathurrohmah, dkk (2013) di area Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak. Yang ditujukan untuk kegiatan monitoring perubahan luas dan distribusi tutupan lahan mangrove melalui interpretasi visual data penginderaan jauh dan di integrasikan dengan SIG. Data penginderaan jauh yang dipergunakan yaitu Citra Landsat TM tahun 1994, Citra Landsat ETM tahun 2002, dan Citra ALOS tahun 2010.

Peta Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Periode Tahun 2002-2010


Monitoring Hutan Mangrove di Area Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak (Fathurrohmah, dkk, 2013)

b.    Monitoring Terumbu Karang
     Monitoring Terumbu Karang Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dan SIG lainnya dalam monitoring ekosistem pesisir dan laut adalah monitoring terumbu karang. Terumbu karang merupakan ekosistem yang paling rawan terhadap perubahan lingkungan pesisir. Terumbu karang merupakan tempat berkembang biaknya ikan-ikan kecil yang merupakan rantai makanan pertama dilaut bagi ikanikan besar, terumbu karang juga memberikan nilai tinggi bagi keindahan suatu tempat.
   Adapun penelitian yang memanfaatkan penginderaan jauh dan SIG dalam monitoring terumbu karang adalah penelitian kondisi terumbu karang di TWAL Kapoposang yang dilakukan Faizal dan Jompa (2010). Penelitian yang memanfaatkan Citra Satelit SPOT 5 resolusi 10 meter dan data kedalaman perairan. Citra tersebut dapat digunakan untuk mengkelaskan obyek dasar menjadi 5 penutup dasar masingmasing karang hidup, pecahan karang, karang mati, lamun, dan pasir. Penelitian yang dilakukan berhasil mengidentifikasi kedalaman dan tingkat kerusakan terumbu karang secara spasial, dimana terjadi kerusakan berat sebesar 25-40% yang berada di kedalaman 0-10 meter. Dengan diketahuinya kerusakan tersebut maka dapat diketahui langkah konservasi penyelamatan terumbu karang yang tepat.


Gambar 9. Peta kedalaman versus kondisi terumbu karang di Taman Wisata Alam Laut Kapoposang Sulawesi Selatan (Faizal dan Jompa, 2010)

Aplikasi Penginderaan Jauh di Wilayah Pesisir dan Lautan

Beberapa contoh penerapan atau analisis teknologi penginderaan jauh kelautan pada berbagai tujuan pengamatan dan analisis di laut dan wilayah pesisir.
1.    Deteksi daerah potensial penangkapan ikan
2.    Pemetaan daerah ekosistem sensitive
3.    Kelayakan lokasi untuk pengembangan, misalnya pariwisata dan budidaya perikanan
4.    Pemetaan daerah rawan bencana tsunami
5.    Monitoring arah dan kecepatan topan di laut, dan lain – lain.
Berikut diberikan beberapa contoh aplikasi penginderaan jauh di bidang pesisir dan lautan:





Kesimpulan

1.    Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG telah banyak digunakan analisis dan kajian terkait dengan pembangunan sektor kelautan dan masih perlu pengembangan untuk penerapan sistem pertahanan negara maritim.
2.    Pembangunan sektor kelautan dengan Penginderaan Jauh dan SIG banyak dimanfaatkan untuk pemetaan, identifikasi dan inventarisasi sumberdaya pesisir dan laut yang ditujukan untuk kesesuaian pemanfaatan pesisir dan pengembangan budidaya laut serta untuk memudahkan dalam monitoring ekosistem pesisir dan lautan.
3.    Pengembangan Penginderaan Jauh dan SIG untuk pengembangan sistem pertahanan negara maritim dapat memanfaatkan ZPPI sebagai zona yang berpotensi terjadinya illegal fishing, dan pemantauan pangkalan angkatan laut serta kondisi pulau-pulau terluar milik negara.



Daftar Pustaka

Faizal, A., dan Jompa, J. 2010. Pemanfaatan Citra ALOS AVNIR II dalam Pemetaan
Kondisi Terumbu Karang di Taman Wisata Alam Laut Kapoposang, Sulawesi Selatan. Prossiding. Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan .
Fathurrohmah, S., Karina Bunga Hati dan Bramantiyo Marjuki. 2013. Aplikasi
Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah Satu Sumberdaya Wilayah Pesisir (Studi Kasus Di Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak). Prossiding. Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013.
Harahap dan Yanuarsyah. 2012. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Zonasi
Jalur Penangkapan Ikan di Perairan Kalimantan Barat. Jurnal Akuatika. Vol. III No. 1/ Maret 2012.
Hidayah, Z. 2012. Model Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh
dalam Pendugaan Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Kerang Mutiara di Kepulauan Kangean Madura. Prossiding. Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan 14 Juli 2012.
Najmudin, D. 2003. Evaluasi Perencanaan Tata Ruang Lahan Tambak Menggunakan
Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi di Daetah Pesisir Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Sarno. 2013. Model Diseminasi Informasi Geospasial Pulau-Pulau Kecil Terluar Berbasis
Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Google Mapping System. Jurnal Penginderaan Jauh. Vol. 10 No. 2 Desember 2013 :59-70.
Syofyan, I., Rommie Jhonerie, Yusni Ikhwan Siregar. (2010). Aplikasi Sistem Informasi
Geografis dalam Penentuan Kesesuaian Kawasan Keramba Jaring Tancap dan Rumput Laut Di Perairan Pulau Bunguran Kabupaten Natuna. Jurnal Perikanan dan Kelautan. halaman 111-120.
Winarso,G.,dkk 2014. Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Mendukung Program
Kemaritiman. Publikasi ilmiah. pusfatja.lapan.go.id. Diakses tanggal 05 Maret 2019.




Analisis Spasi Temporal Tren Penggunaan Lahan dan Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Temperatur Berdasarkan Data Penginderaan Jauh di Kota Malang

Nama              : Marisa Gracia Bakara Npm                : 17025010068 Kelas              : Agroteknologi C Kelompok      : C 2...